Kali ini petualangan berburu kuliner bersama kru MaMa terasa
istimewa. Kenapa? Kunjungan ke Warung Belut Mbak Sherly ini lagi-lagi
menyadarkanku bahwa sebenarnya bahagia itu memang sederhana. Sesederhana
menikmati makanan dengan rasa yang kena di hati ditemani penampilan
kedai nasi yang beratap dan berdinding tepas berikut ini.
Di sisi Gang Belut inilah Warung sederhana Mbak Sherly berada.
Ya. ungkapan “never judge a book by its cover” juga
cocok untuk menggambarkannya. Siapa sih yang bakal menyangka kalau kedai
nasi kecil dalam gang sempit ini ternyata pernah disambangi oleh public
figure sekelas alm. Bondan Winarno dan grup band Geisha? At least
pengakuan dari Bu Sherly (beliau menolak kupanggil “Mbak”) ini sempat
bikin aku terperangah.
Dari basecamp MaMa di Jl. Brigjen Katamso, kami berangkat jam 11 pagi
dan menghabiskan waktu sekitar 40 menit untuk sampai ke warung ini.
Bukan cuma karena kondisi jalan yang padat kendaraan, mencari warung ini
pun perlu perlu sedikit kejelian karena di sepanjang Jalan Pringgan,
kamu bakal melewati beberapa gang kecil dengan nama yang bervariasi.
Cari saja papan petunjuk bertuliskan “Gg. Belut”, and there you are!
Dari jendela dapur ini, masakan yang sudah siap dibawa untuk disajikan atau diberikan untuk driver gojek yang menunggu.
Karena kami tibanya di sekitar jam makan siang, beberapa mobil tamu
sudah terparkir di luar dan asap pun tampak mengepul dari jendela kecil
di sisi warung. Tepat di sebelahnya terdapat pintu masuk menuju kenikmatan surgawi dapurnya, jadi sebelum masuk dari pintu depan, kami bisa intip dulu Behind The Scene-nya.
Biar kematangannya cepat dan merata, kayu bakar selama ini digunakan untuk memasak.
Mirip RM. Marikena,
proses memasaknya ternyata masih sangat tradisional alias cuma pakai
kayu bakar sehingga asap dan nyala apinya lebih dahsyat daripada pakai
tabung gas. Alasannya? Seperti kata Bu Sherly, “Biar matangnya nggak separo-separo.“
Dari luar, kedai nasi ini mungkin terkesan agak kumuh penampilannya, tapi begitu kami masuk ke ruang makan dari pintu depan, interiornya ternyata bikin lega syaraf yang sempat shock tadi. Memang semuanya masih dari kayu dan bambu, tapi terlihat cukup rapi dan luas.
Selagi kru MaMa yang lain memesan menu-menu andalannya dan menunggu
disiapkan, aku balik lagi ke dapur dan bertemu langsung dengan Bu
Sherly. Meski terlihat sibuk, beliau dengan ramahnya meladeni obrolanku
sambil berbagi cerita dan ceria. Ternyata wanita Jawa berusia 60 tahun
ini sudah bergelut dengan belut sejak tahun 2002.
Ini nih Mbak Sherly yang masih aktif mengurusi warung belutnya bersama keluarga.
“Pertama jualan minuman tapi warungnya masih gubuk-gubuk lah.
Banyak anak angkatku dulu yang tentara, polisi. (Kalau) orang itu tugas
luar, (bilangnya) ‘Udahlah Mak, nggak usah jual minuman. Nanti kalau ada
apa-apa, kan (kami) nggak ada’.” kenangnya.
“Terus kenapa dari minuman jadi jual belut?” tanyaku.
Bu Sherly terkekeh, “Tambulnya memang belut.” Nah, bagi yang belum tahu, tambul adalah makanan kecil yang disajikan sebagai pendamping minum. Jadi waktu masih menjual minuman, belut sudah disajikan sebagai teman minumannya.
“Agar terasa nikmat, belut yang dipakai adalah belut hitam yang tekstur dagingnya lebih lembut dari belut kuning.”
Setiap harinya sekitar 35 kilogram belut dipotong untuk dimasak di warungnya.
Atas bujukan anak-anaknya, Bu Sherly akhirnya fokus membuka kedai
nasi dengan belut sebagai menu utama. Konon butuh waktu 3 tahun
merintisnya bersama sang suami sampai akhirnya warung ini dikenal
masyarakat luas dengan nama Warung Belut Mas Ben dan Mbak Sherly.
Sekarang sih sebagian anggota keluarga beliau, mulai dari anak,
menantu, hingga adik ipar, sudah ikut terjun untuk membantu di
warungnya. Satu hal menarik yang kami temukan di sini adalah perubahan
pada “brand” mereka. Nama “Mas Ben” di kedainya sudah ditutup dengan
kertas, jadinya tinggalWarung Belut Mbak Sherly.
Lho, ada apa dengan Mas Ben? Begitu ditanya, adik perempuan Mas Ben
pun menjawab rasa penasaranku. Ternyata Mas Ben sendiri yang menutupnya
karena memang nggak mau namanya ditampilkan. Okay, fine!
Ikuti obrolan menarik dari Bobby dan Leo di video Quimak (Quick MakanMana Guide) untuk Youtube channel MaMa.
Next, akhirnya sampai juga pada bagian paling seru, apalagi kalau
bukan sesi makan-makan! Ada 6 jenis menu belut yang kami pesan plus 2
menu “standar”, yaitu oseng tempe dan telur dadar. Mari kita kupas satu
persatu! Agar terasa nikmat, belut yang dipakai adalah belut hitam yang tekstur dagingnya lebih lembut dari belut kuning. Benar saja, seluruh menu belut yang kami coba memang rasanya lembut, manis, dan sedikit kenyal.
Seporsi Belut Sambal Ijo favorit MaMa harganya IDR 20 ribu.
Personally, aku lebih suka dengan Belut Goreng Sambal Hijau yang gurih dan pedas, rasanya pas banget dimakan bersama nasi panas. Tapi bukan berarti menu belut lain nggak enak ya…
Belut Sambal Merah rasanya lebih manis dari yang versi sambal ijo. Harganya tetap sama.Belut Goreng Sambal Merah juga sedap, bedanya ada sedikit rasa manis pada sambalnya. Sementara untuk Belut Goreng Kencur, belutnya digoreng kering bersama taburan bumbu kencur yang renyah dan harum.
Belut Goreng – IDR 20 ribu/porsiDibanding belut goreng yang lebih kuat bumbunya, menu Belut Tauco seharga IDR 20 ribu/porsi ini jauh lebih ringan taste-nya.
The least favored menu of the day barangkali adalah Belut Tauco
yang berkuah. Dibandingkan dengan belut goreng, menu ini menurutku
lebih hambar dan amis ikannya pun masih terasa. Tapi aku kasih nilai
plus deh untuk tekstur daging belutnya yang justru lebih lembut dan
mudah hancur di mulut.
Orek tempe pedas IDR 12 ribu/porsi. Nothing special but it’s not bad either.
Untuk menu non-belut lain, misalnya orek tempe dan telur dadar, rasanya juga tidak mengecewakan meski memang nggak ada yang istimewa darinya.
Kalau dipikir-pikir, tidak heran sih kenapa Warung Belut Mbak Sherly bisa terus eksis
walaupun lokasinya jauh di pelosok kota Medan. Selain karena memang
tidak banyak kedai nasi yang menjagokan belut sebagai menu utamanya,
cita rasa masakannya juga cukup memuaskan, murah lagi!
Warung Belut Mbak Sherly
Jl. Pringgan, Gg Belut, Dusun VI, Desa Helvetia, Kec. Sunggal Tutup setiap Hari Jumat. Buka: 9 a.m. – 15.30 p.m GoFood Available
0 komentar:
Posting Komentar